Sabtu, Desember 20, 2008

Akhirnya, Nonton Laskar Pelangi..... Kamis, 09 Oktober 2008

Katanya film Laskar Pelangi bagus? Gosipnya memang begitu… Gosip? Enggak ding.. Ini fakta koq! Memang kabarnya Film ini sudah banyak dibicarakan orang jauh sebelum ditayangkan di bioskop-bioskop. Atau mungkin karena kerennya sound track film ini yang dinyanyikan oleh Nidji?

Video klipnya Nidjipun sepertinya berlokasi di Belitung, tempat film ini kisahkan. Ada Giring dan teman-temannya asik bermain air sambil berbasah-basahan di pantai. Pantainyapun sangat indah, karena ada batu-batu besar dan bulat yang tersusun di pantai. Kalau memang ini gambaran pulau Belitung, alangkah indah pantainya…

Rasa penasaran tidak juga lepas dari diriku. Padahal ini film anak-anak, tapi aku sangat ingin sekali melihatnya. Karena aku suka dengan dunia anak-anak pastinya, dunia mereka sangat indah, polos dan belum tercemar dengan dosa.

Hari ini aku nekat nonton film Laskar Pelangi bersama anak-anak. Pokoknya harus hari ini, Merdeka! Dari pagi sudah kusuruh anak-anakku bersiap-siap mandi dan sarapan. Karena film yang tayang pertama adalah pukul 12:45. Kami berniat berangkat pukul 10:00 supaya dapat tiket sesuai dengan jam tayang yang kami inginkan.

Manusia merencanakan, tapi Allah jua yang menentukan…. Tiba-tiba hapeku berdering, suamiku mengabarkan bahwa Ustadnya meninggal. Yaah… Apa mau dikata, melayat tentunya jauh lebih penting daripada nonton bukan?

Tak lama kemudian suamiku pulang ke rumah menjemputku dan anak-anak untuk melayat ustadnya di Kuningan, Jakarta. Untungnya tidak ada kata sesal dan kesal dari anak-anak, itu yang terpenting untukku.

Mungkin karena keikhlasan kami melayat, jadi ada saja jalan untuk tetap menonton film itu. Padahal tidak ada niat untuk nonton setelah melayat, tiba-tiba timbul gagasan untuk tetap nonton. Horeee… Akhirnya jadi juga….. Alhamdulillaaah…..

Ternyata kabar-kabari itu benar juga…. Bioskop benar-benar penuh sesak! Kalau nonton konser musik pasti udah ada calo neeh…. Dengan semangat’45 aku antri untuk beli tiket.

Ada seorang anak muda yang menyerobot didepanku. Biar saja… Kasih daaaah….

Nah kaaan….? Orang sabar memang pasti disayang Allah…. Antrian yang panjang itupun terlewati sudah, dengan lancarya aku sudah sampai baris terdepan. Padahal barisan sebelahku masih tetap berjalan ke depan dengan lambatnya.

Ternyata tiket hampir habis, jadi pilihan kursipun sudah sedikit. Dengan pedenya kupilih 3 kursi tengah dibaris ke tiga dari belakang. Aneh, kenapa kursi belakang ga ada yang milih ya? Ternyata kursi yang kupilih bukan di belakang, tapi baris ke tiga dari depan! Walah… Bisa-bisa pegel ni leher dan mata, there’s no choice….

Jam tayangpun aku dapat jam 16:55, hampir jam 5 sore. Padahal saat itu masih jam 12:30! Ampun deh…. Perjuangan banget untuk nonton ini film. Mudah-mudahan saja film ini memang layak diperjuangkan seperti ini.

Sudah berjam-jam keliling mal, jam tayang belum juga tiba. Kami makan saja sampai dua kali! Hehehe… Sedikit putus asa pastinya. Tapi, tiket sudah ditangan masa mau pulang, walk out? Sayang sekalee….

Tik tok tik tok…. Akhirnya….. Perhatian-perhatian….Pintu teater 2 telah dibuka…. Orang-orang menyemut menuju pintu bioskop. Kenapa berebut sih? Kan di tiket sudah ada nomor bangkunya? Itulah ciri khas bangsa kita yang tidak patut dipertahankan, malas antri!

Ternyata, lagi-lagi berita itu benar! Film ini memang bukan film komersil dan asal-asalan yang dibuat karena ingin mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya semata. Film ini sungguh punya taste, punya jiwa. Sehingga penontonpun rela meluangkan waktunya untuk antri berdesakan dan bahkan mundur berjam-jam dari jam tayang film yang diinginkannya.

Aku baru tau bahwa Belitung adalah pulau terkaya di Indonesia karena memiliki kandungan timah yang melimpah. Sayangnya, kekayaan itu tidak dapat dinikmati oleh warga Belitung itu sendiri. Kekayaan alamnya hanya dieksploitasi oleh orang-orang luar, sedangkan penduduk asli hanyalah menjadi buruh kasar di perusahaan pengolah timahnya saja.

Ada rasa haru, duka dan keceriaan masa kanak-kanak yang beranjak remaja. Dimana pendidikan menjadi "barang mewah" bagi sebagian anak bangsa, yang katanya setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak seperti tertulis dalam UUD’45 pasal 31, mana buktinya? Hal ini yang membuatku menangis. Ternyata, tanpa kita sadari masih ada anak-anak yang tidak bisa sekolah karena faktor ekonomi.

Saat kita bermalas-malasan pergi sekolah, mereka harus berjuang demi mendapatkan pendidikan di sekolah yang tidak layak, bahkan sudah mau roboh, sampai-sampai harus di topang dengan batang pohon. Jarak tempuh dari rumah ke sekolah juga tidak dekat dan banyak aral yang mereka temui di perjalanan. Tapi tekad mereka tetap bulat, tetap ingin sekolah, ingin maju. Mereka tetap mengejar pelangi….

Belum lagi ketidak beradaan guru yang rela mengajar di daerah terpencil karena gaji yang terlalu kecil dan fasilitas yang kurang memadai. Bukankah rakyat miskin juga berhak mendapatkan pendidikan yang layak? Jika tidak, haruskah mereka terus menjalani kemiskinannya tanpa adanya perubahan dengan hidup seadanya dan tanpa berbekal pendidikan? Mau jadi apa bangsa ini?

Yang patut diacungi jempol adalah kemuliaan hati para guru yang memang benar-benar mengabdi di daerah pedalaman yang minim segalanya, gaji, fasilitas, bahkan dengan pembayaran gaji yang tertunda-tunda. Di sisi lain, ada guru-guru yang mengejar materi. Tega meninggalkan murid-muridnya demi materi.

Aku terkesan dengan kata-kata bijak pahlawan tanpa tanda jasa itu, “Kecerdasan bukan ada di angka-angka itu, tapi ada di sini, di hati…” Karena mereka tetap mempertahankan sekolah yang tidak layak huni, demi membentuk manusia-manusia cerdas yang berakhlak. Ternyata memang mereka berhasil membentuk anak-anak miskin di sekolah itu menjadi manusia-manusia yang tangguh dan berhasil di kemudian hari.

Itulah yang menjadi daya tarik film ini, pengabdian yang tulus dari seorang guru, semangat belajar anak-anak miskin yang punya cita-cita dan kisah persahabatan yang sejati dari anak-anak tersebut, tanpa dibatasi oleh materi. Bagi mereka materi bukanlah segalanya. Materi jauh dibelakang dibanding keikhlasan dalam memiliki teman sejati.

Memang setting film ini menggambarkan Belitung saat beberapa tahun yang lalu. Dengan harapan, semoga anak-anak bangsa yang kurang beruntung makin diperhatikan dengan layaknya pendidikan. Karena memang mereka memiliki hak yang sama dalam mendapatkannya. Terbukti bahwa materi tidaklah menjamin berhasil atau tidaknya masa depan seseorang, tanpa tekad dan perjuangan untuk maju. Bravo!

Menarilah dan terus tertawa

Meski dunia tak seindah surga

Bersyukurlah pada yang kuasa

Cinta kita di dunia,

Selamanya….

Tidak ada komentar: