Sabtu, Desember 20, 2008

Ramadhan? So What? Kamis, 25 September 2008

Ramadhan, tapi koq gini yah? Jam segini orang muslim biasanya tarawih, tapi mal koq tetap penuh? Saya pikir kalau jam-jam seperti ini mal tidak akan penuh dengan pengunjung yang memang mau belanja kebutuhan lebaran ataupun cuma sekedar window shopping alias just looking-looking aja. Kenyataannya beda sekali dengan yang saya lihat saat itu....

Memang saat itu saya berniat buka puasa bersama keluarga di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta. Wajarlah kalau pada saat buka puasa penuh sesak dengan orang-orang yang memang mau buka bersama juga di sana. Ada yang bersama keluarga, kekasih ataupun dengan teman-teman. Di suatu restoran cepat saji bahkan ada sekelompok orang yang sepertinya berkumpul dengan teman-teman lamanya, terlihat dari bagaimana mereka cipika-cipiki (cium pipi kanan, cium pipi kiri) pada saat bertemu, tertawa riang layaknya orang yang jarang bertemu sampai-sampai mengabadikan saat-saat itu dengan berfoto bersama. Mengencangkan lagi tali silaturahmi sambil buka bersama, gitu loh...

Ironisnya, setelah buka puasa biasanya dilanjutkan dengan shalat magrib, atau bahkan sebelum makan shalat magribnya, setelah itu lanjut dengan shalat isya dan tarawih. Tapi saat itu yang berangkat ke mushala di tempat itu hanya bisa dihitung dengan jari, malah lebih banyak yang tetap asyik dengan kegiatannya masing-masing.

Setelah waktu shalat Isya, terdengar alunan musik berirama "Black Musik", musik R&B dan saudara-saudaranya yang bisa dinyanyikan oleh orang-orang kulit hitam di Amerika sana. Bunyi musik tetap hingar-bingar. Orang-orang memenuhi tempat itu untuk menikmati musik mereka, termasuk saya. Saya suka segala jenis musik, apalagi jenis musik yang satu ini, beatnya cepat kesannya yang mendengarkan jadi gembira. Saya menikmati pertunjukan mereka sampai selesai, tidak terlalu malam memang, hanya kira-kira sampai pukul 9 malam.

Sementara dalam hati masih ingin melanjutkan menjelajah ke toko-toko pakaian yang ada disekitar itu, tapi saya urungkan niat itu. Karena esok hari anak-anak harus sekolah. Memang hari itu bukan hari libur sekolah. Jadi kami harus bergegas untuk melanjutkan perjalanan kami menuju rumah. Sedangkan jarak tempuh antara mal dan rumah lumayan jauh, ditambah lagi kalau macet. Huuuh....

Saat menuju tempat parkir kendaraan, kamipun melewati deretan tempat hiburan seperti cafe, coffee shop dan karaoke. Woooow.... Tempat-tempat itu penuh sesak dengan pengunjung! Di tempat karaoke yang saya pikir jika ramadhan begini pastinya sepi, ternyata tidak saudara-saudara.... Bahkan mereka antri dengan suka rela menunggu ruang-ruang karaoke yang telah penuh dengan pengunjung sebelumnya. Yah, mungkin itu hal yang yang sah-sah saja, tapi saya jadi tergelitik dengan pertanyaan anak saya, kenapa koq saat ramadhan tempat-tempat seperti itu malah penuh sesak dengan pengunjung yang “hang out” , weleh.... weleh.....

Memang pada saat itu kami juga tidak tarawih di mesjid seperti biasa, tapi kami tarawih di rumah sekeluarga, sepulang dari acara buka bersama. Tapi cuma suami dan anak-anak saja, sedangkan saat itu saya sedang ada “tamu bulanan”. Suatu hal yang hanya diberikan oleh Allah kepada mahluknya yang disebut wanita.

Saya jadi ingat beberapa hari yang lalu, setelah shalat tarawih kami sekeluarga pergi ke salah satu rumah teman suami saya. Perjalanan menuju rumahnya memang lewat “daerah rawan laki-laki”. Maksud looo...? Yaah... ditempat itu banyak sekali “wanita” berjakun alias wanita jadi-jadian. Awalnya, saya sama sekali tidak pernah berfikir bahwa di tempat ini ada yang aneh-aneh. Anak-anak saya sampai bingung melihatnya, karena memang “wanita-wanita” itu berpenampilan sangat seksi, melebihi wanita tulen. Saya yang sudah puluhan tahun jadi wanita saja belum pernah berdandan macam itu. Baju koq bahannya seperti jala? Ikaaan kaleee? Hehehe....

Yang jadi masalah sekarang adalah ini ramadhan gitu loh.... Koq ya masih ada yang aneh-aneh begitu? Mbok ya nanti-nanti setelah ramadhan atau setelah lebaran.... lho... lho....? Melihat kenyataan pusat perbelanjaan penuh di malam hari saja sudah membuat saya mengernyitkan dahi, apalagi melihat yang seperti ini? Astagfirullaaah.....

Ironisnya... (ironis terus deh...), ada beberapa pasangan yang memang sengaja menjadikan tempat tersebut untuk berkencan. Tempat itu memang lumayan remang-remang dan jauh dari keramaian. Tapi...... Tidak beberapa jauh dari tempat “wanita-wanita” dan para pasangan yang sedang kasmaran itu, ternyata berjajar para pedagang. Bukan hanya satu atau dua pedagang saja, tapi mungkin belasan! Artinya, tempat itu bukan tempat yang “aman” untuk mereka. Bahkan suasana ramainya sisi yang lain dari tempat itu hampir mirip seperti pasar malam! Aneh juga yah? Sungguh suatu keadaan yang bertolak belakang.

Di tengah perjalanan menuju rumah saya jadi berfikir, bukankah Ramadhan bukan untuk suatu kelompok atau suatu golongan saja? Untuk semua muslim. Tapi koq kenyataan yang baru saja saya hadapi seperti ini? Ini adalah sebuah fenomena yang benar-benar ada disekitar kita, semoga bisa menjadi bahan perenungan untuk kita semua nenuju keadaan yang lebih baik lagi. Dan mudah-mudahan juga dapat memberikan jawaban yang bijak untuk diri kita sendiri, terutama dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan anak kita yang makin hari makin kritis sesuai dengan bertambahnya usia mereka.

Wassalam.....

Memandikan Jenazah? Siapa Takut? Jumat, 24 Oktober 2008

Kain kafan, peti jenazah, keranda dan teman-temannya.... Siapa yang nggak takut? Melihat benda-benda itu saja sudah membuat bulu kuduk sebagian orang berdiri. Padahal kelak kita juga akan menemui hal yang sama, kembali kepadaNya dan dihadapkan pada benda-benda seperti itu..... Kenapa harus takut? Bukan takut tapi ngeri? Halah, sama aja deh...

Mungkin begitu perasaan kita, tapi tidak bagi ibu yang satu ini. Awalnya ia bekerja di sebuah Dinas Pemakaman di Jakarta. Tapi justru bukan untuk memandikan jenazah. Pemandi jenazah biasanya adalah orang-orang yang sudah berumur, jarang orang-orang yang seusia beliau memiliki kemampuan memandikan mayat. Mungkin karena takut melihat jenazah ataupun karena masih belum siap mati.

Dalam bertugas beliau harus selalu siap siang malam untuk dipanggil orang yang memerlukan jasanya. Siapa yang tau ajal kita? Pagi, siang, atau malamkah? Jam berapa? Who Knows? Apakah kita bisa tawar menawar dalam hal ini? Tidak sama sekali. Semua itu adalah rahasia Allah....

Oleh karena itulah, tidak ada kata tidak jika ada orang yang memerlukan jasanya kapan dan dimanapun, tengah malam juga beliau selalu siap untuk tugas mulia itu. Saat kita sedang terlelap dan terbuai mimpi, bisa jadi beliau sedang sibuk dengan tugasnya, memandikan jenazah di malam buta. Apalagi jika ada keluarga yang meminta datang untuk memandikan jenazah di rumah sakit tempat almarhum/almarhumah sakit atau kecelakaan yang jaraknya jauh dari rumah? Bisa kebayang kan, bagaimana beratnya tugas beliau?

Memandikan jenazah tengah malam di ruang jenazah yang sepi, beliau hanya ditemani satpam yang pada saat itu sedang bertugas dan berjaga di depan pintu masuk ruang jenazah saja. Sementara beliau di ruang jenazah memandikan jenazah dan mengkafankan sendirian, sambil menunggu keluarga almarhum/almarhumah yang akan datang. Kalau saja keluarga yang ditunggu cepat datang, kalau tidak? Ga kebayang deh, kalau saya jadi beliau, jangankan untuk memandikan atau menunggui jenazah seperti itu, mendengar ceritanya saja saya sudah tutup telinga! Horor bangets.......

Banyak sekali suka duka beliau sebagai pemandi jenazah. Anda sudah pernah dengar cerita yang katanya ada seseorang yang ditampar mayat? Nah, beliau ini juga pernah mengalami kejadian seperti itu. Tapi, apa memang benar ditampar mayat seperti yang diceritakan di koran-koran dan tabloid-tabloid misteri itu? Ternyata sama sekali tidak.

Ada seseorang yang meninggal di Rumah Sakit, sedangkan pihak RS tidak tau pastinya jam berapa orang itu meninggal. Jadi kondisi mayat sudah kaku, untuk itu suster mengikat kedua tangan di depan perutnya seperti posisi kita jika sedang shalat. Ketika jenazah ingin dimandikan, ikatan tangan dibuka kembali ke posisi semula. Gubrakkk!! Saat itulah tangan jenazah lurus kembali dan menuju ke arah pundak beliau, seperti layaknya menampar! “Mau dimandiin aja pake nampar segala sih?” Hehehe... Sempat-sempatnya bercanda ama mayat...

Juga cerita tentang jenazah yang jasadnya tidak bisa diserap oleh air ketika dimandikan layaknya daun talas yang tersiram air. Konon katanya hal ini terjadi karena si pemilik jasad memiliki ilmu yang sebelum meninggal belum diambil dari raganya. Setelah “guru” orang tersebut dipanggil untuk melepaskan ilmu yang dimiliki, jasadnya kembali seperti sediakala, kulitnya bisa menyerap air seperti layaknya kulit manusia pada umumnya.

Yang paling menyedihkan adalah saat ada seorang ibu yang meninggal karena penyakit diabetes yang dideritanya. Beliau memiliki tiga orang anak laki-laki yang semuanya sudah berhasil, sudah jadi “orang”. Sayangnya, keberhasilan mereka tidak diaplikasikan dengan ahlak yang baik.

Saat ibu mereka meninggal dunia, mereka tidak ada yang menungguinya dengan alasan sibuk. Jadi tidak seorangpun yang mendampingi sang ibu saat beliau menghembuskan nafas yang terakhir. Yang ada di sisi sang ibu hanyalah pembantu dan tukang kebun. Karena memang hanya mereka yang menemani dan mengurus keperluan ibu tersebut sehari-hari, sampai akhir hayatnya.

Yang membuat hati miris, saat sang ibu meninggal. Pemandi jenazah meminta anak-anaknya untuk mengangkat jenazah ke bak mandi jenazah karena mau dimandikan. Tak ada seorang anakpun yang mau. Akhirnya hanya tukang kebun, pembantu dan pemandi jenazah saja yang mengangkat jasad ibu mereka.

Setelah jenazah dimandikanpun anak-anaknya masih juga tidak ada yang mau mengangkat ibu mereka untuk diletakkan di atas kain kafan. Akhirnya ada seorang anak yang bersedia mengangkatnya, tapi setelah ia mengangkat jenazah ibunya, tangannya langsung cepat-cepat dicuci bersih dengan cairan pembunuh kuman! Supaya tidak tertular penyakit ibu, katanya. Astagfirullaaah....

Saat shalat jenazah, merekapun tidak ada yang bersedia menyolatkan, karena mereka tidak bisa mengerjakan shalat jenazah. Sungguh malang benar nasib sang ibu....

Tiba waktunya untuk menguburkan jenazah, tidak seorangpun yang bersedia untuk naik ke mobil ambulan yang membawa ibu mereka, dengan alasan takut (sama ibu sendiri koq takut?) Mereka lebih nyaman duduk di mobil mewah mereka masing-masing.

Jika sudah begini, siapakah yang salah? Salah orang tua dalam mendidik anak? Ataukah salah si anak sendiri yang tidak berbakti kepada orang tua? Padahal saat seperti itu adalah pengabdian terakhir bagi anak terhadap orang tuanya.

Kesan-kesan mendalam seperti itulah yang sering dihadapi oleh beliau, pemandi jenazah. Kadang beliau pulang ke rumah sambil menangis karena peristiwa yang menyedihkan seperti itu. Sambil berpesan kepada anak-anaknya agar tidak mencontoh perilaku yang tidak baik jika beliau meninggal kelak. Seperti yang dialami saat ini.

Alangkah besar jasa-jasanya. Menjalankan tugas tanpa pamrih dan tanpa kenal lelah. Tidak peduli kaya atau miskin, semua sama dihadapannya. Melakukan tugas sebaik-baiknya tanpa pandang bulu. Lillaahi ta’aala...

Banyak sekali pelajaran dan hikmah yang bisa dipetik dari pengalamannya Dengan itu kita jadi ingat bahwa suatu saat kita juga akan mati. Dan alangkah baiknya jika kita juga belajar bagaimana cara-cara memandikan jenazah. Bukan untuk terima jasa memandikan jenazah, tapi minimal untuk keluarga kita ataupun orang tua kita sendiri. Karena hal itu adalah wujud dari pengabdian terakhir seorang anak kepada orang tuanya. Mudah-mudahan anak-anak kita kelak menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua mereka. Amin, Ya Robbal Alamiin.....

Akhirnya, Nonton Laskar Pelangi..... Kamis, 09 Oktober 2008

Katanya film Laskar Pelangi bagus? Gosipnya memang begitu… Gosip? Enggak ding.. Ini fakta koq! Memang kabarnya Film ini sudah banyak dibicarakan orang jauh sebelum ditayangkan di bioskop-bioskop. Atau mungkin karena kerennya sound track film ini yang dinyanyikan oleh Nidji?

Video klipnya Nidjipun sepertinya berlokasi di Belitung, tempat film ini kisahkan. Ada Giring dan teman-temannya asik bermain air sambil berbasah-basahan di pantai. Pantainyapun sangat indah, karena ada batu-batu besar dan bulat yang tersusun di pantai. Kalau memang ini gambaran pulau Belitung, alangkah indah pantainya…

Rasa penasaran tidak juga lepas dari diriku. Padahal ini film anak-anak, tapi aku sangat ingin sekali melihatnya. Karena aku suka dengan dunia anak-anak pastinya, dunia mereka sangat indah, polos dan belum tercemar dengan dosa.

Hari ini aku nekat nonton film Laskar Pelangi bersama anak-anak. Pokoknya harus hari ini, Merdeka! Dari pagi sudah kusuruh anak-anakku bersiap-siap mandi dan sarapan. Karena film yang tayang pertama adalah pukul 12:45. Kami berniat berangkat pukul 10:00 supaya dapat tiket sesuai dengan jam tayang yang kami inginkan.

Manusia merencanakan, tapi Allah jua yang menentukan…. Tiba-tiba hapeku berdering, suamiku mengabarkan bahwa Ustadnya meninggal. Yaah… Apa mau dikata, melayat tentunya jauh lebih penting daripada nonton bukan?

Tak lama kemudian suamiku pulang ke rumah menjemputku dan anak-anak untuk melayat ustadnya di Kuningan, Jakarta. Untungnya tidak ada kata sesal dan kesal dari anak-anak, itu yang terpenting untukku.

Mungkin karena keikhlasan kami melayat, jadi ada saja jalan untuk tetap menonton film itu. Padahal tidak ada niat untuk nonton setelah melayat, tiba-tiba timbul gagasan untuk tetap nonton. Horeee… Akhirnya jadi juga….. Alhamdulillaaah…..

Ternyata kabar-kabari itu benar juga…. Bioskop benar-benar penuh sesak! Kalau nonton konser musik pasti udah ada calo neeh…. Dengan semangat’45 aku antri untuk beli tiket.

Ada seorang anak muda yang menyerobot didepanku. Biar saja… Kasih daaaah….

Nah kaaan….? Orang sabar memang pasti disayang Allah…. Antrian yang panjang itupun terlewati sudah, dengan lancarya aku sudah sampai baris terdepan. Padahal barisan sebelahku masih tetap berjalan ke depan dengan lambatnya.

Ternyata tiket hampir habis, jadi pilihan kursipun sudah sedikit. Dengan pedenya kupilih 3 kursi tengah dibaris ke tiga dari belakang. Aneh, kenapa kursi belakang ga ada yang milih ya? Ternyata kursi yang kupilih bukan di belakang, tapi baris ke tiga dari depan! Walah… Bisa-bisa pegel ni leher dan mata, there’s no choice….

Jam tayangpun aku dapat jam 16:55, hampir jam 5 sore. Padahal saat itu masih jam 12:30! Ampun deh…. Perjuangan banget untuk nonton ini film. Mudah-mudahan saja film ini memang layak diperjuangkan seperti ini.

Sudah berjam-jam keliling mal, jam tayang belum juga tiba. Kami makan saja sampai dua kali! Hehehe… Sedikit putus asa pastinya. Tapi, tiket sudah ditangan masa mau pulang, walk out? Sayang sekalee….

Tik tok tik tok…. Akhirnya….. Perhatian-perhatian….Pintu teater 2 telah dibuka…. Orang-orang menyemut menuju pintu bioskop. Kenapa berebut sih? Kan di tiket sudah ada nomor bangkunya? Itulah ciri khas bangsa kita yang tidak patut dipertahankan, malas antri!

Ternyata, lagi-lagi berita itu benar! Film ini memang bukan film komersil dan asal-asalan yang dibuat karena ingin mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya semata. Film ini sungguh punya taste, punya jiwa. Sehingga penontonpun rela meluangkan waktunya untuk antri berdesakan dan bahkan mundur berjam-jam dari jam tayang film yang diinginkannya.

Aku baru tau bahwa Belitung adalah pulau terkaya di Indonesia karena memiliki kandungan timah yang melimpah. Sayangnya, kekayaan itu tidak dapat dinikmati oleh warga Belitung itu sendiri. Kekayaan alamnya hanya dieksploitasi oleh orang-orang luar, sedangkan penduduk asli hanyalah menjadi buruh kasar di perusahaan pengolah timahnya saja.

Ada rasa haru, duka dan keceriaan masa kanak-kanak yang beranjak remaja. Dimana pendidikan menjadi "barang mewah" bagi sebagian anak bangsa, yang katanya setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak seperti tertulis dalam UUD’45 pasal 31, mana buktinya? Hal ini yang membuatku menangis. Ternyata, tanpa kita sadari masih ada anak-anak yang tidak bisa sekolah karena faktor ekonomi.

Saat kita bermalas-malasan pergi sekolah, mereka harus berjuang demi mendapatkan pendidikan di sekolah yang tidak layak, bahkan sudah mau roboh, sampai-sampai harus di topang dengan batang pohon. Jarak tempuh dari rumah ke sekolah juga tidak dekat dan banyak aral yang mereka temui di perjalanan. Tapi tekad mereka tetap bulat, tetap ingin sekolah, ingin maju. Mereka tetap mengejar pelangi….

Belum lagi ketidak beradaan guru yang rela mengajar di daerah terpencil karena gaji yang terlalu kecil dan fasilitas yang kurang memadai. Bukankah rakyat miskin juga berhak mendapatkan pendidikan yang layak? Jika tidak, haruskah mereka terus menjalani kemiskinannya tanpa adanya perubahan dengan hidup seadanya dan tanpa berbekal pendidikan? Mau jadi apa bangsa ini?

Yang patut diacungi jempol adalah kemuliaan hati para guru yang memang benar-benar mengabdi di daerah pedalaman yang minim segalanya, gaji, fasilitas, bahkan dengan pembayaran gaji yang tertunda-tunda. Di sisi lain, ada guru-guru yang mengejar materi. Tega meninggalkan murid-muridnya demi materi.

Aku terkesan dengan kata-kata bijak pahlawan tanpa tanda jasa itu, “Kecerdasan bukan ada di angka-angka itu, tapi ada di sini, di hati…” Karena mereka tetap mempertahankan sekolah yang tidak layak huni, demi membentuk manusia-manusia cerdas yang berakhlak. Ternyata memang mereka berhasil membentuk anak-anak miskin di sekolah itu menjadi manusia-manusia yang tangguh dan berhasil di kemudian hari.

Itulah yang menjadi daya tarik film ini, pengabdian yang tulus dari seorang guru, semangat belajar anak-anak miskin yang punya cita-cita dan kisah persahabatan yang sejati dari anak-anak tersebut, tanpa dibatasi oleh materi. Bagi mereka materi bukanlah segalanya. Materi jauh dibelakang dibanding keikhlasan dalam memiliki teman sejati.

Memang setting film ini menggambarkan Belitung saat beberapa tahun yang lalu. Dengan harapan, semoga anak-anak bangsa yang kurang beruntung makin diperhatikan dengan layaknya pendidikan. Karena memang mereka memiliki hak yang sama dalam mendapatkannya. Terbukti bahwa materi tidaklah menjamin berhasil atau tidaknya masa depan seseorang, tanpa tekad dan perjuangan untuk maju. Bravo!

Menarilah dan terus tertawa

Meski dunia tak seindah surga

Bersyukurlah pada yang kuasa

Cinta kita di dunia,

Selamanya….

Jumat, Desember 19, 2008

My Sons



hehehehe.... ini adalah kedua buah hatiku.... Ryu Satria dan Canu Edra, be a good sons....

Kamis, Desember 18, 2008

Sahabat Sejati Rabu, 11 Juni 2008 10:59

Kemarin....
Masih ku lihat
Saat kau tertawa
Terlihat ceria

Sahabat...
Mengapa kau tak pernah katakan
Bahwa,
Ada duka di relungmu
Mengapa?

Kan kau tau pasti
Aku takkan tega mengoyaknya
Apalagi mengobrak-abrik hatimu
Tak akan pernah....

Yang ku tau...
Dukamu teramat dalam
Hingga
Tak seorangpun yang tau

Bahkan aku....
Aku yang merasa telah lekat di jiwamu
Takkan pernah mampu....

Walau kau telah katakan dukamu
kutetap tak mampu melihat
Karena kau dalam gelap,
Tapi,
Walau tak dapat melihat
Kubisa rasakan
Apa yang kau rasa
Di sini
Di dada ini.....

Angan Kamis, 26 Juni 2008 12:02

Jiwaku hampa
hatiku kosong
mengapa,
berulang kali ku ucap
tak jua kau dengar
dan mengerti
apa yang kumau
apa yang kuharap darimu
lelah aku benar-benar...

Sejuta kata telah kuucap
tak jua kau peduli
sampai jenuh hati ini
aku lelah,
jiwaku penat...

Rasanya aku iri
pada dia yang terbang
menembus awan
yang tak berbatas

Ajak aku ke sana
ajak aku bermain di atas pelangi
dimana bumi tak kupijak lagi
aku bosan di sini...

Bawa aku terbang
dimana kan kulihat hamparan awan
yang membiru indah
disana ku kan berbaring
menjauh dari segala
karena itulah anganku
yang tidak pernah kugapai di sini...

Lagu Tanpa Syair Selasa, 08 Juli 2008 00:10

Dalam sunyi,
kupetik gitar
tak satupun lagu kunyanyikan
tak ada syair yang kudendangkan
walau hanya sebaris kata
tak jua ada
lidahku kelu....

Sepertinya,
tubuhku telah terpisah dari jiwa
bahkan jiwaku mungkin sudah tak ada

Mataku menerawang
laguku tetap tanpa syair,
tanpa kata...
hanya nada yang bicara
kubiarkan jemariku menari
melagukan lagu yang ia suka

Menarilah.,
menari sepuas hatimu
buatlah dirimu bahagia
menjauhlah,
andai kau lelah dan perih
karna ku kan rela melepasmu

Agar kau bisa menari lagi
menari di tiap gundahku
walau tetap tak bisa kudendangkan laguku
laguku tak bersyair
apalagi berjiwa
entah mengapa...

Sebait Puisi Rabu, 16 Juli 2008 00:12

Bait puisi yang tertinggal itu
adalah milikmu
maknanya begitu dalam
sedalam lautan biru

Puisi itu memang untukku
tapi,
aku tak merasakan
apa makna yang tersirat
walau jelas tersurat

Maafkan aku,
karna ku tak jua mengerti
makna puisimu
ajari aku,
agar ku dapat memahami
dan merasakan artinya

Mungkin
tak perlu kau beri
puisi itu untukku
karna kau tau pasti
aku kan tetap disini
sampai fajar menyibak pagi...

Tersenyumlah Pertiwiku.... Sabtu, 16 Agustus 2008 17:44

Aku berdiri di sini
Dan sesekali menengok ke belakang,
Ada keringat
Juga tetes darah....
Bau anyirpun masih terasa
Menyelimuti dada

Jangan sampai terulang lagi
Peristiwa yang mengobrak-abrik pertiwi
Sampai ketitik nol kembali

Jangan buat ia menangis
Menangis darah dan nanah
Teramat sangat dalam deritanya

Bangkitlah,
Bangkit wahai saudaraku
Junjunglah nama besar mereka
Agar mereka tau
Bahwa kita
Meneruskan juang mereka,
Dan agar pertiwi tercinta ini
Bisa tersenyum
Tersenyum dan damai kembali....

Tuntun Aku, Ya Allah.. Selasa, 02 September 2008 07:09

Bersujud di hadapmu, ya Allah...
aku bagai debu
yang sekejap bisa tersapu angin

Berlutut di hadapmu, ya Allah...
aku bagai jarum
yang tertimpa tumpukan jerami

Aku malu untuk menujuMu
karena Engkau kuhampiri
saat letih jiwaku
dan pupus asaku

Biarkan kumenangis
tuk berserah diri padaMu
bukan untuk saat ini saja
tapi selama darah masih mengalir
dan nafas masih terhembus

Tuntun aku, ya Allah...
meniti tebing curam
yang tak mampu kulalui sendiri
kemana aku harus berpegang,
jika tanganMu tak bisa kuraih?

Genggam erat tanganku
jangan lepaskan aku
tuk menuju jalanmu
jalan yang Engkau pilihkan untukku....

Jerit Hati Seorang Anak Senin, 22 September 2008 00:38

Ibu,
Aku rindu bening air mengalir
rindu merdunya kicau burung
dan hijau pepohonan

Semua seolah musnah
hilang ditelan keakuan manusia
yang tak pernah merasa puas

Seluas mata memandang,
hanya ada hamparan gedung pencakar langit nan angkuh
dan bangunan-bangunan megah yang tak bergeming

Tolong bu,
tolong tunjukkan dimana kami bisa temui semua itu?
dimana bisa kuhirup udara nan bersih,
air nan bening mengalir,
hijau pepohonan nan luas membentang,
apakah hanya bisa kulihat lewat mimpi
yang menjadi fatamorgana rasa harapku?

Beri kehidupan yang layak bagi kami
untuk bekal hidup anak cucu kami kelak
di bumi yang makin pengap,
hanya itulah asa yang kami punya....

Janji Surga Anak Manusia Selasa, 30 September 2008 00:01

Ingin rasanya aku menangis
Mengingat besarnya dosa yang telah kulakukan
Banyak Ibadah tidak aku jalankan

Ini RamadhanMu....
Mengapa telah kulalui dengan sia-sia?
Seakan aku yakin bisa bertemu Ramadhan lagi selanjutnya

Ramadhan yang ada Telah kuabaikan begitu saja

Ampuni aku...
Izinkan kujalani sisa umur ini
Dengan selalu mengingatMu,
Menjalankan semua perintahMu
Seperti janjiku
Sebelum Ramadhan menghampiri

Betapa malunya aku,
Ternyata janjiku hanyalah janji surga
Janji yang tidak bisa kuwujudkan sepenuhnya
Padahal aku percaya
Engkau tidak pernah ingkar

Ya Allah...
Berikan kami RamadhanMu lagi,
Agar dapat memperbaiki ibadah kami
dan terlahir menjadi insan yang fitri
Seperti kertas putih yang belum tertulisi....

Maafkan Aku.... Senin, 27 Oktober 2008 01:05

Maafkan aku....

Rasa itu sudah tiada

Lidahku sudah terasa asing untuk namamu

Bunga-bunga yang dulu bertabur indah di dada

Telah pergi entah kemana

Mungkin raga ini masih bisa kau lihat

Dan mungkin juga masih bisa kau rasa

Tapi tidak dengan jiwaku

Lelah aku bermain dengan anganku sendiri

Selelah aku menggapaimu

Sangat ingin kukubur kenangan itu

Sampai jauh ke dasar hati

Sekali lagi maafkan aku....

Karna telah ada lagi bunga lain yang bersemi di dada

Tapi sayang bunga itu bukan milikmu

Aku harap engkau mengerti

Inilah yang kini terjadi

Simpanlah kenangan indah itu di hati

Dan jangan coba kau buka kembali

Karena mungkin kau bisa tersakiti.....

Cinta Yang Terabaikan Senin, 03 November 2008 00:05

Tatapku sayu penuh harap

Tanganku terjulur ingin menggapaimu

Datanglah padaku,

Biarkan hatiku dipenuhi cintamu

Wajah itu begitu teduh

Tak mampu kuhapus sekecil apa tentangmu

Semua begitu dekat dan nyata...

Bahkan saat terpejam

Hanya ada bayangmu

Yang selalu bermain di pelupuk mata

Hatiku kini seperti terkoyak

Hancur...

Layaknya diiris sembilu

Tersayat dan berdarah....

Cinta putih yang kubawa untukmu seperti terabaikan

Karena engkau lebih memilih cinta yang lain

Yang tetap kau cari sampai kini

Padahal engkau tidak menyadari

Dimana cinta itu kan kau dapati

Datanglah padaku,

Aku akan selalu ada disini

Walau hatiku kadang perih

Menanti dan terus berharap

Apakah masih cinta itu untukku?

Doa Untuk Ayah Kamis, 13 November 2008 09:29

Saat embun pagi meniti bumi

Airmataku mengalir deras

Ada rasa perih menghujam dada

Aku rindukan engkau, Ayah

Peluhmu tak pernah terbayarkan

Tak sebanding dengan apapun yang kutemui di bumi ini

Perjuanganmu tanpa pamrih

Tulus dan ikhlas....

Entah kapan aku bisa membalas semua itu

Rasanya tak akan pernah sampai kapanpun

Yang kupunya hanya doa...

Doa yang kuhimpun setiap hari

Kugenggam erat dengan tanganku

Lalu kubawa terbang kelangitNya

Agar Dia tau

Apa yang kumohonkan untukmu

Dan agar Dia berkenan

Untuk mengabulkan semua doa-doaku untukmu,

Hanya untukmu....

Seutas Tali Senin, 24 November 2008 10:09

Tuan,

Tolong lepaskan tali ini

Aku tidak bersalah…

Jika memang aku harus mati dengan cara seperti ini,

Tolong tunjukkan dan buktikan

Dimana dan apa salahku?

Salahku tak sebanding dengan mereka,

Mengapa aku yang harus meregang nyawa seperti ini?

Bukalah mata dan telingamu, Tuan

Tegakkan kebenaran

Buat negri ini bersih dari kemunafikan dan ketidak adilan

Jangan hiraukan mereka

Yang menyamarkan kesalahan

Dengan kekayaan dan kekuasaan

Lalu,

Apalah artinya nyawa ini?

Mungkin tidak berarti untuk Tuan…

Tapi,

Lihatlah wajah-wajah mungil

Dan mata-mata sayu itu

Mereka butuh aku…

Akulah tiang mereka

Tempat berpegang dan bersandar

Jika kelak aku mati,

Bagaimana nasib mereka?

Padahal aku ingin mereka jadi orang-orang seperti Tuan

Orang-orang kuat

Yang dapat menegakkan kebenaran di bumi ini

Tapi dengan mata hati yang bersih

Dan jalan yang lurus

Sekali lagi,

Tolong aku, wahai Tuan…..

Lelah Sabtu, 29 November 2008 00:05

Aku benci sepiku

Karena tanpa dirimu

Aku benci gelegar

Karena dirimu tak jua terdengar

Ingin kudaki gunung terjal

Yang menghalang arah langkahku,

Tapi aku tak mampu...

Kakiku seperti terpalu

Terpatri diantara himpitan karang nan kejam

Biarkan kuterbang dari sangkar

Pinjamkan sayapmu sejenak

Wahai burung nan melayang

Aku terpaku,

Dan baru tersadar

Mengapa diriku tak berpijak di bumi

Tak menggantung di langit?

Lelah aku menunggumu

Yang tak pernah hadir dalam hidupku

Bahkan tak jua hadir dalam mimpiku

Akankah bisa kumenggapaimu

Dalam balutan mimpi yang tak bertepi?

Sampai akhirnya kusadari bahwa kau hanyalah ilusi

Yang akan tersapu kala mentari menyinari pagi...

Asa Seorang Ibu Kamis, 18 Desember 2008 10:00

Nak,

Hidup ini tidaklah segampang dan seindah yang engkau duga

Juga tidak semuluk yang engkau lihat dilayar kaca

Yang semua berjalan mulus tanpa aral

Dan juga bergelimang harta dan puja

Nyatanya,

Banyak yang engkau harus lakukan dalam hidup

Bukan hanya dengan duduk berdiam

Lalu engkau berharap mendapatkan yang engkau inginkan

Jatuh dari atas langit

Jika engkau inginkan buah yang baik

Baiknya juga engkau rawat dan beri pupuk yang baik

Jika engkau inginkan yang manis

Berilah sesuatu yang dapat membuatnya terasa manis

Semua harus dilakukan dengan perjuangan

Dan juga diiringi dengan doa pastinya

Dimana engkau inginkan sesuatu,

Disitulah engkau harus berpeluh dahulu

Tanganmu harus berdarah dahulu

Tidak ada keabadian disini

Cinta, harta dan nyawa

semua akan musnah dan hilang ditelan sang waktu

Mungkin kejujuran juga sudah menjadi barang langka dan mahal harganya

Yang tidak dimiliki setiap orang yang engkau temui di bumi ini

Tapi,

Ibu yakin, Nak....

Engkau dapat berjalan tegar dan tegak di atas bumi ini

Karena kami bukanlah orang-orang seperti mereka

Yang meremehkan arti sepenggal kejujuran

Lihatlah nanti,

Apa yang akan mereka dapatkan?

Tak lebih dari kesengsaraan dan kenistaan

Semoga kelak engkau dapat merenung

Agar dapat menjadi orang yang selalu berusaha

Dapat meletakkan kejujuran diatas kepala

Ibu yakin engkau bisa,

Karena kita telah terbiasa….

Puisi ini dipersembahkan untuk menyambut Hari Ibu, agar kita dapat memahami betapa berartinya seorang ibu bagi kita....